» » Tiga Kekuatan Wujudkan 'Khairu Ummah'

MIMBARPENYULUH.com — Sebagai muslim kita meyakini bahwa Islam adalah agama yang benar (haq), syari’atnya unggul dan sempurna serta tidak ada yang menandingi. Hal ini ditegaskan oleh Allah:

“Sesungguhnya agama yang haq diridloi di sisi Allah hanyalah Islam..” (Ali Imran: 19)

“Islam itu tinggi sempurna dan tidak ada yang menandingi” (hadits)

Hanya Islam yang akan membawa kepada keselamatan:

“Dan barang siapa mencari agama selain Islam maka tidak akan diterima agamanya itu (oleh Allah), dan kelak di akhirat mereka termasuk orang-orang yang merugi” (Ali Imran: 85)

Di sisi lain, Allah juga mensifati umat Islam dengan umat yang terbaik:

“Kalian adalah umat terbaik....” (Ali Imran: 110)

Hanya saja ketika Allah mensifati kebaikan atas umat Islam, hal itu bukanlah suatu yang digaransi serta merta, melainkan bersyarat. Kelanjutan ayat tersebut:

“Kalian adalah umat terbaik, diutus ke tengah-tengah manusia, kalian memerintahkan manusia kepada kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran, dan kalian senantiasa beriman kepada Allah....”

Ayat ini menjelaskan bahwa umat Islam menjadi khairu ummah manakala:
a. Hadir dan berinteraksi dengan masyarakat manusia
b. Memerintahkan dan mengarahkan manusia kepada kebaikan
c. Mencegah dan menghalangi manusia dari perbuatan kemungkaran dan kerusakan
d. Istiqomah di atas jalan keimanan.

Berbagai syarat tersebut terangkum dalam kata kepemimpinan. Hal ini berarti umat Islam menjadi umat terbaik manakala ia tampil memimpin dalam kehidupan manusia di muka bumi ini.

Ketika kita berbicara kepemimpinan sesungguhnya kita berbicara kekuatan. Di manapun dan kapanpun pihak yang memimpin adalah pihak yang kuat. Pihak yang mampu memerintah, melarang, mewarnai dan mengarahkan adalah pihak yang memiliki kekuatan. Sebaliknya pihak yang lemah dia akan senantiasa didominasi, dikendalikan, diatur dan diwarnai oleh pihak lain yang lebih kuat.

Ada tiga kekuatan utama umat Islam:

Pertama, kekuatan jiwa (quwwatur ruhiyah)
Kedua, kekuatan persatuan (quwwatul wihdah)
Ketiga, kekuatan materi (quwwatul madiyah)

Kekuatan jiwa (ruh) adalah kekuatan paling utama. Kekuatan jiwa lahir dari keimanan kepada Allah SWT.

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Tuhan kami adalah Allah, kemudian mereka istiqomah, maka akan turun para malaikat atas mereka dengan mengatakan janganlah kalian takut dan janganlah kalian bersedih, dan bergembiralah kalian dengan surga yang dengannya kalian dijanjikan” (Fushshilat: 30)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa buah dari keitiqomahan dalam keimanan adalah hilangnya rasa takut (khauf) artinya muncul keberanian (syaja’ah), dan tiadanya rasa sedih (huzn) artinya muncul semangat dan optimisme (tafa-ul).

Dengan keimanan kepada Allah dan harapan perjumpaan serta balasan di sisi-Nya kelak di akhirat menjadikan seorang mukmin terbebas dari ketakutan-ketakutan dalam kehidupan dunia. Mereka meyakini bahwa tidak ada sesuatupun dalam kehidupan ini di luar kuasa Allah. Yang memberikan manfaat dan menimpakan madlorat sejatinya hanyalah Allah, bukan manusia maupun makhluk yang lain. Dengan demikian tidak ada yang ditakuti oleh seorang mukmin dalam kehidupannya selain Allah.

Dengan keimanannya pula seorang mukmin menyadari bahwa kehidupan dunia bukanlah segalanya, ia bukan tujuan melainkan hanya tempat persinggahan. Ia menyadari bahwa terminal akhir adalah akhirat. Seorang mukmin meyakini bahwa kehidupan hakiki adalah akhirat, sebuah kehidupan yang kekal abadi tiada berkesudahan. Kebahagiaan akhirat adalah kebahagiaan selama-lamanya dan inilah yang senantiasa diharapkan seorang mukmin. Sebagaimana penderitaan akhirat bisa jadi adalah penderitaan tiada berkesudahan dan seorang mumin senantiasa berlindung dari hal ini. Sedangkan kebahagiaan ataupun penderitaan di dunia mereka sadari hanyalah sesaat, diakhiri dengan datangnya ajal.

Dengan logika keimana semacam ini menjadikan seorang mukmin menjalani kehidupan dunia dengan tenang tanpa kesedihan. Mereka berusah mendapatkan kesenangan dan kebahagiaan duniwi, namun demikian mereka tidak melupakan akhirat. Manakala mereka tidak mampu meraih kesenangan duniawi, mereka tidak bersedih karena yakin balasan akhirat.

Tidak ada dalam kamus orang yang beriman istilah putus asa dan frustasi.

Persatuan adalah sumber kekuatan. Filosofi lidi, manakala bercerai berai sangat mudah untuk dipatahkan, namun ketika dihimpun dan diikat kuat menjadi sapu maka akan sulit bahkan tidak dapat dipatahkan. Sebagaimana juga ribuan batu bata yang dibiarkan berserakan tidaklah memiliki kekuatan, namun ketika disusun rapi dan direkatkan dengan pasir dan semen lahirlah sebuah dinding dan benteng yang kokoh tidak tertembus.

Umat Islam akan memiliki kekuatan manakala bersatu. Ketika mereka berpecah belah, bercerai-berai dan sibuk dengan perselisihan sesunggunnya mereka akan menderita kelemahan.

Kekuatan materi, sarana dan uang adalah kekuatan yang kesekian setelah keimanan dan persatuan. Seberapa banyak materi tersedia tanpa adanya keimanan dan tujuan ikhlas semata untuk bekerja meraih keridhoan Allah serta tanpa adanya kesatuan hati diantara kaum muslimin, hanya akan menjadi sumber bencana. Seringkali sesama umat Islam justru saling memusuhi dan menghancurkan lantaran berebut materi duniawi.

Wallahu a’lam bish showab.

Judi Muhyiddin, S.Sos.I.
Penyuluh Agama Islam
Kementerian Agama RI
Kantor Kabupaten Bekasi

About Admin

Abu Rasyidah Judi Muhyiddin, Penyuluh Agama Islam Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bekasi | Pin BB 73ca04f3 | Whatsapp 081315609988 | email salampenyuluh@gmail.com
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments:

Leave a Reply