» » Mertua



Oleh: Ida Nur Laila

Diantara pemicu konflik suami istri adalah persoalan dengan keluarga besar. Banyak kisah konflik menantu perempuan dengan ibu mertuanya.

Setiap kali aku mendapat keluhan dan pertanyaan tentang masalah ini, aku memulai dengan mengajak untuk melihat pada sisi yang lain.

Menurutku, semestinya para menantu memulai hubungan dengan berterimakasih pada para mertua. Karena jasa merekalah kita memiliki suami. Kita tak pernah membesarkan suami kita, mendidik apalagi menyekolahkan. Air susu, air mata dan darah ibu mertua menyertai keberadaan suami kita. Tak terbayangkan jasa para mertua.
Demikian pula suami kita, hendaknya memulai hubungan dengan orang tua kita dengan rasa terimakasih atas semua jasa mereka.

Tak ada mertua yang sempurna, demikian pula tak ada menantu yang sempurna. Maka kemaafan atas salah dan khilaf satu sama lain menjadi keniscayaan untuk saling menautkan cinta.

***

Tiap kali kupandang tubuh renta mertuaku, dan keriput di wajahnya, yang ada hanyalah rasa haru dan belas kasih yang memenuhi hatiku.
Kemudaannya telah dikorbankan untuk delapan putra-putrinya termasuk suamiku. Masa mudanya adalah perjuangan membesarkan anak-anak. Kerja keras untuk membekali anak-anak dengan pendidikan terbaik. Setiap guratan di wajahnya seolah prasasti atas jatuh bangunnya melakoni garis hidup.

Kini saat usianya mendekati 80, berbagai penyakit menjadi teman sehari hari. Sesak nafas, batuk, darah tinggi, jantung, maag dan keropos tulang di seluruh tubuhnya adalah ‘jejak’ dari perjuangannya.
Tak ada bagiku kekurangannya.
Tiap kali kulihat kebaikan suamiku, selalu kuingat, ada andil mertuaku di sana.

Tiap kali kulihat limpahan rizki Allah kepada kami, selalu kuanggap ada saham mertuaku di sana. Jika sesekali beliau menegurku, tak lain didasari kecintaannya pada kami.

Jika sesekali beliau menginginkan sesuatu dariku, aku merasa tersanjung lantaran memiliki arti bagi mertuaku. Apa yang kukorbankan tak pernah sebanding dengan cinta dan pengorbanannya untuk suamiku dulu.

Jika sesekali beliau menghendaki sesuatu dari suamiku, waktu, perhatian dan biaya, maka kulihat sebagai cara Allah memberi kesempatan suamiku berbakti pada sang ibu. Tak pernah aku cemburu.

Saat mertuaku memilih menghabiskan masa tuanya di rumah salah seorang iparku, kami mendukungnya. Yang penting beliau merasakan nyaman dan tenang menjalani hari tuanya.
Setiap bulan kami sempatkan menengoknya. Memberi warna gembira dalam penantiannya.

Tiap kali kuingatkan suamiku untuk menyisihkan sebagian rizkinya untuk ibundanya. Dan tiap kali suamiku meminta aku yang menghaturkan pada ibu mertuaku.
Demikianlah memang yang kami fahami. Untuk memberi pada fihak suami, semestinya istrilah yang menyerahkan, dan sebaliknya saat memberi pada fihak istri, suami yang memberikan. Agar tak ada prasangka dan menjadi sarana pertautan dua keluarga besar.

Diantara resep menguak rizki yang kami dapati dari guru-guru kami, adalah dengan berbakti pada orang tua, menyampaikan hadiah serta menyisihkan sebagian dari rizki kita untuk menyenangkan hatinya. Kami telah membuktikannya selama bertahun-tahun. Kami memulainya justru disaat kami kesulitan secara finansial. Pada titik terendah kemampuan ekonomi kami. Saat itu justru menjadi titik balik untuk terbukanya banyak pintu-pintu rizki. Kami yakini diantaranya karena ridlo mertua.

Kupanjatkan doa selalu untuk mertuaku, setelah aku mendoakan ibuku, agar diberi umur panjang yang berkah dalam kesehatan. Jika diberi sakit agar diringankan sakitnya dan menjadi penghapus dosa-dosanya.

Kucintai mertuaku seperti aku mencintai ibuku. Kucium tangannya seperti aku mencium tangan ibuku. Aku menantikan setiap nasehatnya seperti aku menantikan nasehat ibuku.

Ya Allah limpahkanlah pahala amal jariyah untuk mertuaku, pada setiap kebaikan yang dilakukan oleh suamiku. Amin.

About Admin

Abu Rasyidah Judi Muhyiddin, Penyuluh Agama Islam Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bekasi | Pin BB 73ca04f3 | Whatsapp 081315609988 | email salampenyuluh@gmail.com
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments:

Leave a Reply